Riyadlus Shalihin adalah Yayasan sebagai
wadah berhimpunnya kebaikan hati manusia yang berfungsi untuk menumbuh kembangkan rahmat islam bagi seluruh manusia. berdiri pada hari tahun 1995

Untaian Keindahan Makna antara Harapan & Realita

Selamat datang, Jika semua harta adalah racun maka zakatlah penawarnya, jika seluruh umur adalah dosa maka taqwa & tobatlah obatnya, jika seluruh bulan ternoda maka ramadhanlah pemutihnya, MARHABAN YA RAMADHAN
HIKMAH OF THE DAY

""Kebaikan-kebaikan besar berasal dari kebaikan-kebaikan kecil. Jangan pernah menganggap remeh kebaikan-kebaikan kecil yang biasa kita lakukan, Bisa jadi itu mengundang kebaikan besar menghampiri diri kita... Terus ber'amal dan Istiqomahlah,sekecil apapun 'amal itu". (salman al muhandis) "

TIP MENGAKSES BLOG INI

"blog ini paling mudah dan memberikan tampilan yang sempurna, apabila diakses menggunakan opera "

Rabu, 08 Desember 2010

Pengokohan Zakat ala Umar bin Abdul Aziz


Banyak sudah diulas oleh para Ulama dan Penggiat Zakat tentang kecemerlangan zakat di zaman Khalifah Umar bin Abdul Azis yang hidup 60 – 101 H, di saat negeri ini dilanda korupsi, nepotisme, serakah dan budaya memboroskan anggaran, sepertinya potret negeri ini sesungguhnya tidak jauh jauh beda dengan keadaan ini pada zaman sebelum naiknya Umar bin Abdul azis menjadi khalaifah. Namun betulkah dengan zakat yang hanya 2,5% mampu mengulangi sejarah gemilangnya zakat. sesungguhnya sebelum melangkah jauh kesana ada baiknya mentelaah bagaimana formulasi capasity building terhadap Baitul Mal yang dilakukan oleh Umar Bin Abdul Azis di saat negeri mengalami kronis. Ada beberapa langkah fundamental yang dilakukan oleh beliau, sehingga dalam tempo cukup 2,5 tahun mampu memakmurkan negeri dari semenanjung Bagdad hingga Afrika. bahkan konon saat itu pasukan islam sudah di pintu gerbang kota Paris di sebelah barat dan negeri Cina di sebelah timur. beberapa langkah ini merupakan makna tersirat dari kisah tauladan khlaifah Umar bin Abdul  Azis,  ternyata tanpa sengaja tidak hanya menjadi strategi penguatan Baitul Mal namun lebih dari itu memiliki bobot pendidikan bagi masyarakat dimana akan bermuara kemballi ke Baitul Mal :    

Kedermawanan
Pertama  karir Khalifah, di awali dengan penyerahan  harta beliau dan melucuti perhiasan keluarganya ke Baitul Mal, sangat sadar apa yang dilakukan, tidak sekedar memberi kontibusi penganan kemiskinan tetapi lebih dari  beliau memberi contoh bederma menjadi life style, karena kedermawanan bukan hanya urusan pahala tetapi memilii dimensi sosial, hal ini menjadi contoh yang baik tidak hanya bagi rakyatnya tetapi membidik  para pejabatnya yang kurang mempedullikan Baitul Mal, maka nyatalah bagi pengelola Baitul Mal haruslah ditopang tidak hanya profesional semata tetapi memiliki akhlak pemurah dan dermawan. saat itupulaah  publikasi existansi baitulmal tersebar dimana-mana , pungutan zakat sangat gencar dilakukan. tidak peduli kalangan istana sekalipun. dan beliau tidak segan-segan mengambil paksa harta para pejabat yang diperoleh dari kedzaliman untuk dimasukkan ke Baitul Mal. untuk berkaca kepada rasulullah tentang kederemawanan terasa jauh tetapi jika keteladanan itu diperlihatkan dan dekat, apalagi ia seorang pemimpin yang memiliki otoritas tinggi, maka sangat mungkin untuk diikuti oleh anak buahnya.  

Meninggalkan  Keborosan
pada zaman khalifah sebelumnya sudah biasa seorang khalifah hidup dalam kemewahan, dan boros dalam penyelenggaraan negara hanya untuk memuaskan selera, begitulah jika hidup boros sudah menjadi kultur mencerminkan kurangnya perencanaan yang baik, dan tamak mengabaikan sisi kemanusian sehingga  terjebak di dalamnya dapat mengurangi produktifitas.  
namun disaat beliau pimpim berubah 180 derajat  beliau menonaktifkan pegawai pribadi yang mana sudah lazim sebelum beliau.  kehati-hatian dalam menggunakan anggaran belanja negara sudah diperlihatkan bagaimana beliau memeran seorang pemangku kebijakan dikisahkan Suatu hari disaat beliau hendak tidur malam datang utusan,  Utusan itu masuk, dan Umar memerintahkan untuk menyalakan lilin yang besar milik negara untuk mengadukan keadaan umat di wilayahnya namun tatkala pindah ketopik pribadi Umar, beliau segera memerintahkan untuk menyalakan lilin kecil yang berasal dari dan pribadi khalifah. Begitupun tatkala mengelola dana umat maka yang harus diperhatikan adalah efesiensi mengacu pada minimal cost dan nilai kepantasan tanpa meninggalkan hak dan kewajiban dimana dapat diukur oleh hati, sedangkan hati akan membimbing manusia tatkala sering disirami dengan zikir dan tafakur.
 
Menghindar dari Hadiah
Jika jabatan telah sampai dipundak maka harapan mendapat hadiah harus ditepis, karena dalam mengambil kebijakan tidak boleh berdasarkan hutang budi, dikisahkan dari Amir bin Muhajir bahwa suatu hari Umar bin Abdul Aziz ingin sekali makan apel. Lalu salah seorang lelaki dari anggota keluarganya menghadiahkan apel kepadanya. Umar berkata, "Betapa harum dan enaknya apel ini." Setelah itu, dia berkata, "Wahai pelayan, kembalikan apel itu kepada orang yang telah memberikannya dan sampaikan salam kepada tuanmu, katakan kepadanya: "Hadiahmu telah sampai  kepadaku sebagaimana yang engkau inginkan.' Saya (Amir bin Muhajir) pun berkata, "Wahai Amirul Mukminin, yang memberikan  ini adalah anak lelaki pamanmu yang adalah salah seorang lelaki dari  keluargamu. Bukankah engkau juga sudah mendengar kalau Rasulullah  shallallahu'alaihi wa sallam juga memakan hadiah yang diberikan kepadanya?"  Umar berkata, "Celaka kamu. Hadiah pada masa Rasulullah shallallahu'alaihi  wa sallam adalah memang benar benar hadiah, sedangkan hadiah pada hari ini bagi kami adalah penyuapan.", hadiah adalah hal yang mubah artinya dilakukan maupun tidak bukan suatu yang bermasalah justru akan bermasalah jika terselip hati untuk mempermudah keinginan kepada seorang pejabat bukan hanya dapat dosa tetapi dapat membuat orang lain susah, susah karena orang lain menanggungnya  karena pejabat tersebut pada gilirannya termotifasi mengenakan ‘tarif’ walaupun sebetulnya tidak ada, bukankah amil itu harus bersih dari upaya cacat moral.

Penegakan hukum
Hukum untuk menghentikan perselisihan, mengembalikan hak seseorang dan memaksa orang salah untuk menangung akibat kesalahannya. disiplin dan upaya penegakan hukum tanpa pandang bulu sudah membumi di masa umar bin abdul azis,  dikisahkan pernah beliau memenjarakan Usamah bin Zaid at-Tanurkhi seorang pejabat yang semena-mena dan menurunkan Yazid bin Abi Muslim seorang pejabat yang bengis dan zalim. melihat pemerintahan saat itu menuai suka cita dan kepercayan rakyat mengalir begitu saja, mereka sukarela mendatangi baitulmal untuk menyerahkan kewajibannya tanpa perlu paksaan bahkan bukan lagi suatu yang aneh jika mereka jujur untuk menolak menerima zakat (lagi) lantaran sudah merasa mampu dan cukup.   

Tentunya beberapa point diatas saling terkait dan tidak dapat dipisahkan guna mengupayakan Baitul Mal mengambil peranan ekonomi yang sangat penting, dan bukanlah suatu yang berlebihan jika kita melirik kisah kemakmuran negeri pada zamannya.  Dalam bukunya  Fiqih Prioritas ditulis oleh Yusuf Al-Qordhawiy meletakkan kerangka dasar prioritas  bahwa “menjadikan para pembaharu mendahulukan pendidikan dan pembinaan merupakan tuntutan sepajang zaman. Ketika agama menjadi lemah kemudian umat mengalami kerapuhan, maka agama ini memerlukan susana baru dan umat perlu dihidupkan,” rupanya hal ini merupakan pola yang tepat seolah-olah sang khalifah hendak mendidik para  mengemban panji perbaikan dan kebangkitan, pada zamannya perang bukanlah agenda utama, tetapi pendidikan dan perbaikan ekonomi dalam negeri perlu penanganan utama dan serius oleh beliau.
Ketentraman, kedamaian dan kemakmuran dirasakan hingga dikala itu  Umar bin Abdul Azis memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu telah menumbuhkan simpati dari kalangan non Muslim sehingga mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam. begitulah kholifah Umar telah menyumbangkan effort yang besar dengan meletakkan keadilan,  perdamaian, menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi kemajuan peradaban manusia sehingga tidak ada alasan bagi Allah untuk menunda rahmat dan berkahnya.    walaupun terkesan kisah Umar nin Abdul Azis sulit bagi pemimpin negara, paling tidak memberi pelajaran bagi para pelayan publik dan pemegang dana umat untuk memiliki atmosfir 6  point di atas, sehingga penerima manfaat betul betul dirasakan.