Riyadlus Shalihin adalah Yayasan sebagai
wadah berhimpunnya kebaikan hati manusia yang berfungsi untuk menumbuh kembangkan rahmat islam bagi seluruh manusia. berdiri pada hari tahun 1995

Untaian Keindahan Makna antara Harapan & Realita

Selamat datang, Jika semua harta adalah racun maka zakatlah penawarnya, jika seluruh umur adalah dosa maka taqwa & tobatlah obatnya, jika seluruh bulan ternoda maka ramadhanlah pemutihnya, MARHABAN YA RAMADHAN
HIKMAH OF THE DAY

""Kebaikan-kebaikan besar berasal dari kebaikan-kebaikan kecil. Jangan pernah menganggap remeh kebaikan-kebaikan kecil yang biasa kita lakukan, Bisa jadi itu mengundang kebaikan besar menghampiri diri kita... Terus ber'amal dan Istiqomahlah,sekecil apapun 'amal itu". (salman al muhandis) "

TIP MENGAKSES BLOG INI

"blog ini paling mudah dan memberikan tampilan yang sempurna, apabila diakses menggunakan opera "

Senin, 18 April 2011

ketikan ustad Abu Ridho, semoga bermanfaat


“Pantaskah kita menemui Sang Kekasih dengan pakaian compang-camping dan badan kotor penuh lumpur?”

“Pada realitasnya, kita seringkali lebih menyintai selain Allah daripada menyintai-Nya. Anehnya, meskipun begitu, kita tetap merasa bahwa Allah selalu menyintai kita dengan dalih Ia Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

“Seringkali kekisruhan dalam rumah tangga atau masyarakat menjadi sukar diredam karena masing-masing pasangan atau anggota masyarakatnya tidak bisa diam dan lupa bahwa setiap ucapannya harus dipertanggungjawabkan, sedangkan Nabi saw bersabda, “Jika beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata yang baik atau (jika tidak) diamlah...” (HR, Bukhari)

“Meskipun “memaafkan di saat marah, berinfaq di saat pailit, menjaga diri dari dosa di saat sendirian, dan menyampaikan kebenaran kepada orang yang ditakuti adalah 4 kebaikan yang paling berat pelaksanaannya”, seperti dikemukakan Sayyidina Ali Ra, namun demi menjaga keluhuran moral dan meningkatkan kemajuan spiritual, hal itu tetap harus diupayakan.”

“Penderitaan” itu fakta sedangkan “menderita” atau “tidak menderita” itu pilihan. Kenyataan, tidak semua “penderitaan” yang kita alami, kita dapat mengatasinya. “Penderitaan” akan membikin kita menderita jika kita tidak mau bertawakkal, berserah diri, hanya kepada Allah Swt atas “penderitaan” yang faktanya kita sendiri tidak mampu mengatasinya.”

“Meskipun menurutkan keinginan dan hasrat diri, kepuasannya, terkadang tidak seimbang dengan akibatnya, berupa kepedihan menanggung rasa malu dan penderitaan yang berkepanjangan, namun tetap saja banyak orang yang melakukannya karena semata-mata ingin mereguk kepuasan.”

‎"Sejatinya, kekecewaan mengajari kita untuk bisa memproporsionalkan keinginan”

“Ketika seseorang dicengkeram kecemasan karena takut keburukan-keburukan yang disembunyikannya akan diketahui orang lain, ia cenderung akan menyembunyikan di berbagai tempat yang dikira tidak akan diketahui orang. Hal itu justru membuka peluang lebih besar bagi orang lain untuk mengetahuinya dan akan semakin menambah penderitaan karena kecemasannya semakin membesar.

“Jika saja dalam memersepsi dan menyikapi sesuatu tidak berlebihan sebagaimana dikatakan Ali bin Abi Thalib, “Cintailah kekasihmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi musuhmu dan bencilah musuhmu sekedarnya saja, siapa tahu nanti akan jadi kekasihmu”, tentu pertikaian bisa ditekan untuk tidak mudah berkobar dalam bentuk saling hujat dan merendahkan.”

“Jika memang serius ingin pahala, tetapi mengapa sulit memaafkan dan melakukan ishlah ketika kesal atau marah kepada istri (suami), teman, sahabat, atau saudara yang terlanjur melakukan kesalahan? Padahal Allah menegaskan, ”...Barangsiapa memaafkan dan berbuat ishlah (kepada orang yang berbuat jahat sekalipin) maka pahalanya ada pada Allah...” (QS. Al-Syura [42]: 40)

“Jangan sampai kita menyesal di akhirat nanti karena ternyata tabungan amal akhirat kita kosong disebabkan selama di dunia amal baik yang kita lakukan tidak ikhlas, riya (ingin dipuji orang), atau karena motif-motif duniawi lainnya.”

“Seringkali kekisruhan menjadi sukar diredam, termasuk dalam keluarga, karena kita lupa bahwa setiap ucapan harus dipertanggungjawabkan. Akibatnya kita tidak bisa diam. Nabi saw bersabda, “Jika beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah berkata yang baik atau (jika tidak) diamlah...” (HR, Bukhari)

“Tak semua orang merasa puas jika dirinya, dengan ucapan dan atau perbuatannya, dapat mempermudah urusan orang lain. Banyak orang yang justru merasa puas jika dirinya, dengan ucapan dan atau perbuatannya, dapat mempersulit orang lain.”

“Jika semua aktivitas diawali dengan BISMILLAH, diharapkan selain dapat meredam nafsu ingin melakukan kejahatan, juga memperkuat kesadaran bahwa diri kita selalu berada di bawah pengawasan-Nya yang membuat kita terus melakukan amal baik di sepanjang hari."

”Kepalsuan hubungan antarpersonal semakin menjadi-jadi jika masing-masing yang terlibat di dalamnya menjustifikasi kepalsuannya dengan pembenaran-pembenaran
filosofis, sosiologis, dan bahkan religius.”

 “Karena ingin menekankan efektifitas dalam berkomunikasi kita terkadang lupa pada etika, padahal tanpa etika bisa jadi komunikasi yang ingin kita bangun ambruk sebelum tegak."

“Sering kita merasa sangat cemas dengan bayangan perut akan menjadi lapar dan haus tetapi kita tidak mencemaskan jika yang akan lapar dan haus adalah jiwa kita.”
“Kalaulah bukan karena salah seorang dari satu pasangan suami istri telah menjadi asing sebagai manusia, dan karenanya ia seenaknya mendepersonalisasi pasangannya hingga ke status obyek, tentu tidak akan terpikirkan untuk menyakiti pasangan hidupnya.”

“Nasihat, meski substansi, bahasa yang digunakan, dan cara penyampaiannya baik, bagi penjahat, sering dianggap menyakiti hatinya.”

‎"Meskipun memaafkan itu merupakan ciri seorang mukmin dan berpahala besar, namun karena faktor nafsu, kebencian, dan dendam yang membuat hati menjadi keras membatu, ia tak mudah menjadi budaya dalam kehidupan sosial kita."